Sabtu, 31 Oktober 2009

Sayang Tapi Benci

Gundah, kesal, jengkel, marah itulah mungkin diantara perasaan yang ada di benak anda dan saya yang saat ini menyaksikan dagelan para penguasa dalam mengolok-olok atau mempermainkan drama penegakan hukum. Konflik KPK dan Polri saat ini telah memasuki babak pertama dengan skor 1:0 yang dimenangkan oleh Polri. Disebabkan telah berhasil menahan pimpinan KPK non aktif Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.

Yang membuat jengkel adalah wasit yang bertindak sebagai pemimpin lapangan tidak menganulir gol yang dengan sengaja dimasukkan dengan cara curang ke gawang lawannya. Bahkan wasit justru mensahkan gol tersebut. Akibatnya pertandingan belum bisa dilanjutkan karena para penonton yang menyaksikannya menolak keputusan wasit tersebut. Mereka sama-sama menyerbu lapangan hijau untuk memberikan informasi dan memberikan dukungan kepada club yang mereka anggap bermain sportif.

Namun wasit tetap saja tidak mendengarkan suara para pemain, supporter, pelatih, pengamat, wartawan dan lain sebagainya dengan mengatakan bahwa gol yang sudah masuk tersebut tidak bisa lagi dintervensi olehnya. Alasannya dia sebagai wasit akan membuat preseden buruk bagi pertandingan sepak bola di tanah air ini jika intervensi dilakukan. Berbagai data dan fakta mulai dikumpulkan untuk meyakinkan sang wasit diantaranya adalah kaset rekaman pertandingan. Tapi wasit malah menganggap bahwa penyebaran dan penyadapan rekaman tersebut sebagai tindakan ilegal. Kenapa isi rekaman yang menjadi substansi perkaranya malah tidak direspon. Keputusan wasit tidak bisa diganggu gugat, memang menjadi pendiriannya. Walaupun keputusannya mengabaikan rasa keadilan dan kebenaran.

Berbagai spekulasi pun berkembang bahwa wasit sudah dibayar, punya kepentingan dan lain sebagainya sehingga tidak bisa diharapkan lagi untuk memberikan keadilan bagi klub yang dirugikan. Untuk itu para pemain, supporter, dan pihak-pihak lain harus bekerja keras untuk mengungkap kasus ini secara hukum agar drama kecurangan tersebut dapat ketahui dengan benar.

Sayang tapi benci mungkin tepat sebagai kesimpulan dari sikap dan komentar wasit yang tidak tegas dan cenderung normatif tersebut.